KUMPULAN STANDAR dan PANDUAN INSTITUTE OF INTERNAL AUDITORS

PANDUAN WAJIB (Mandatory Guidance)

Panduan Wajib (Mandatory Guidance) dikembangkan melalui sebuah proses uji tuntas (due diligence), yang mencakup suatu periode paparan publik untuk memberikan masukan kepada pemangku kepentingan.


Unsur-unsur WAJIB dari IPPF antara lain:

PRINSIP UTAMA (Core Principles)

The Core Principles, taken as a whole, articulate internal audit effectiveness. For an internal audit function to be considered effective, all Principles should be present and operating effectively. How an internal auditor, as well as an internal audit activity, demonstrates achievement of the Core Principles may be quite different from organization to organization, but failure to achieve any of the Principles would imply that an internal audit activity was not as effective as it could be in achieving internal audit’s mission.

PRINSIP UTAMA, secara keseluruhan, mengartikulasikan efektivitas audit internal. Fungsi audit internal dianggap efektif, apabilai semua prinsip tersebut terpenuhi dan dilaksanakan secara efektif. Bagaimana auditor

Mendemonstrasikan integritas.
Mendemonstrasikan kompetensi dan kecermatan profesional.
Objektif dan bebas dari pengaruh yang tidak semestinya (independen).
Selaras dengan strategi, tujuan dan risiko organisasi.
Diposisikan secara layak dan didukung sumber daya memadai.
Mendemonstrasikan kualitas dan perbaikan berkelanjutan.
Berkomunikasi secara efektif.
Memberi asurans berbasis risiko.
Berwawasan, proaktif dan fokus pada masa depan.
Mendorong perbaikan organisasi.

DEFINISI AUDIT INTERNAL (Definition of Internal Auditing)

Definisi audit internal menyatakan tujuan pokok, sifat dan ruang lingkup audit internal.
Audit internal adalah aktivitas asurans dan konsultansi yang independen dan objektif, yang dirancang untuk memberi nilai tambah dan meningkatkan operasi organisasi. Audit internal membantu organisasi mencapai tujuannya melalui pendekatan yang sistematis dan teratur dalam mengevaluasi dan meningkatkan keefektifan proses manajemen risiko, pengendalian dan tata kelola.

KODE ETIK (Code of Ethics)

The Code of Ethics states the principles and expectations governing the behavior of individuals and organizations in the conduct of internal auditing. It describes the minimum requirements for conduct, and behavioral expectations rather than specific activities.

The purpose of The Institute’s Code of Ethics is to promote an ethical culture in the profession of internal auditing.

Internal auditing is an independent, objective assurance and consulting activity designed to add value and improve an organization’s operations. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control, and governance processes.

A code of ethics is necessary and appropriate for the profession of internal auditing, founded as it is on the trust placed in its objective assurance about governance, risk management, and control.

The Institute’s Code of Ethics extends beyond the Definition of Internal Auditing to include two essential components:

  1. Principles that are relevant to the profession and practice of internal auditing.
  2. Rules of Conduct that describe behavior norms expected of internal auditors. These rules are an aid to interpreting the Principles into practical applications and are intended to guide the ethical conduct of internal auditors.

“Internal auditors” refers to Institute members, recipients of or candidates for IIA professional certifications, and those who perform internal audit services within the Definition of Internal Auditing.

This Code of Ethics applies to both entities and individuals that perform internal audit services.

For IIA members and recipients of or candidates for IIA professional certifications, breaches of the Code of Ethics will be evaluated and administered according to The IIA’s Bylaws, the Process for Disposition of Code of Ethics Violation, and the Process for Disposition of Certification Violation. The fact that a particular conduct is not mentioned in the Rules of Conduct does not prevent it from being unacceptable or discreditable, and therefore, the member, certification holder, or candidate can be liable for disciplinary action.

Internal auditors are expected to apply and uphold the following principles

  1. Integrity
    The integrity of internal auditors establishes trust and thus provides the basis for reliance on their judgment.
  2. Objectivity
    Internal auditors exhibit the highest level of professional objectivity in gathering, evaluating, and communicating information about the activity or process being examined. Internal auditors make a balanced assessment of all the relevant circumstances and are not unduly influenced by their own interests or by others in forming judgments.
  3. Confidentiality
    Internal auditors respect the value and ownership of information they receive and do not disclose information without appropriate authority unless there is a legal or professional obligation to do so.
  4. Competency
    Internal auditors apply the knowledge, skills, and experience needed in the performance of internal audit services.

1. Integrity

Internal auditors:

1.1. Shall perform their work with honesty, diligence, and responsibility.

1.2. Shall observe the law and make disclosures expected by the law and the profession.

1.3. Shall not knowingly be a party to any illegal activity, or engage in acts that are discreditable to the profession of internal auditing or to the organization.

1.4. Shall respect and contribute to the legitimate and ethical objectives of the organization.

2. Objectivity

Internal auditors:

2.1. Shall not participate in any activity or relationship that may impair or be presumed to impair their unbiased assessment. This participation includes those activities or relationships that may be in conflict with the interests of the organization.

2.2. Shall not accept anything that may impair or be presumed to impair their professional judgment.

2.3. Shall disclose all material facts known to them that, if not disclosed, may distort the reporting of activities under review.

3. Confidentiality

Internal auditors:

3.1. Shall be prudent in the use and protection of information acquired in the course of their duties.

3.2. Shall not use information for any personal gain or in any manner that would be contrary to the law or detrimental to the legitimate and ethical objectives of the organization.

4. Competency

Internal auditors:

4.1. Shall engage only in those services for which they have the necessary knowledge, skills, and experience.

4.2. Shall perform internal audit services in accordance with the International Standards for the Professional Practice of Internal Auditing.

4.3. Shall continually improve their proficiency and the effectiveness and quality of their services.

STANDAR (International Standards for the Professional Practice of Internal Auditing)

RECOMMENDED GUIDANCE

Implementation Guidance

Supplemental Guidance

Internal Audit Strategy and Best Practices

General Best Practices

Global Technology Audit Guides (GTAGs)

Financial Services Practice Guides

Public Sector Practice Guides

STANDAR MANAJEMEN RISIKO SEKTOR PUBLIK (PEMERINTAHAN)

Berikuti ini adalah STANDAR MANAJEMEN RISIKO SEKTOR PUBLIK yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional (BSN) Indonesia, yang dapat dijadikan acuan dalam menerapkan MANAJAMEN RISIKO, khususnya di SEKTOR PEMERINTAHAN (PUSAT/DAERAH). Standar ini mengadopsi dari STANDAR INTERNASIONAL yang dikeluarkan oleh INTERNATIONAL STANDART ORGANIZATION (ISO) yaitu ISO 31000.

Elemen Quality Assurance – Bagian 3 (Reviu Eksternal)

Merupakan evaluasi keseluruhan atas berbagai pekerjaan audit, aktivitas kegiatan dan pengelolaan fungsi pengawasan Reviu eksternal dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada pemangku kepentingan (stakeholders) mengenai kinerja fungsi pengawasan yang direviu.

external review

Sesuai dengan buku Standar Profesi Audit Internal (SPAI), reviu eksternal dilakukan secara periodik tiga tahun sekali oleh pihak di luar fungsi pengawasan yang memiliki independensi, integritas, dan kompetensi yang memadai.

Ruang lingkup penilaian yang dilakukan oleh pereviu eksternal, mencakup:
a. Ketaatan terhadap standar audit dan kode etik.
b. Ketaatan terhadap berbagai persyaratan yang termuat di charter audit, rencana audit, kebijakan audit, prosedur audit, dan persyaratan legal lain.
c. Pengetahuan, pengalaman, dan disiplin dari staf audit.

Tujuan pokok dari reviu eksternal untuk suatu program quality assurance yang dilaksanakan adalah:
a. Menilai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan fungsi pengawasan, terutama dinilai mengenai kesesuaian aktivitas fungsi pengawasan dengan charter auditnya dan harapan dari pemangku kepentingan (stakeholders) atas fungsi pengawasan.
b. Memberikan penilaian kemungkinan risiko yang dapat terjadi terhadap organisasi secara keseluruhan jika kinerja fungsi pengawasan di bawah atau tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan.
c. Mengidentifikasi dan menawarkan peluang kepada pimpinan dan staf audit fungsi pengawasan untuk meningkatkan kinerja dan memberikan nilai tambah bagi organisasi.
d. Meningkatkan kesan, persepsi, dan kredibilitas fungsi pengawasan di dalam organisasi, yaitu melalui peran audit dan konsultasinya.
e. Memberikan opini mengenai kesesuaian fungsi pengawasan terhadap semangat dan apa yang diinginkan di dalam standar.

Untuk mencapai tujuan pokok yang diinginkan dalam pelaksanaan reviu eksternal program quality assurance, ditetapkan tahapan-tahapan atau proses penilaian jaminan kualitas (quality assurance) atas penyelenggaraan fungsi pengawasan yang direviu, yaitu:

Tahap 1: Seleksi atau Pemilihan Tim QA.
• Sesuai dengan yang ditetapkan dalam standar, tim reviu eksternal harus terdiri dari orang-orang yang memiliki kualitas, independensi, dan berasal dari luar organisasi fungsi pengawasan.
• Orang-orang yang diseleksi untuk melakukan reviu eksternal harus memiliki kecakapan teknis, pengalaman operasional, dan latar belakang pendidikan yang sesuai untuk pelaksanaan reviu eksternal atas fungsi pengawasan.
• Orang-orang yang dipilih dalam tim QA dapat berasal dari auditor internal fungsi pengawasan lain, konsultan luar organisasi, atau auditor eksternal dari Kantor Akuntan Publik (KAP), sepanjang KAP yang bersangkutan tidak mengaudit organisasi di mana fungsi pengawasan berada.
• Tim QA harus objektif mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan (stakeholders) dari hasil reviu eksternal program quality assurance.
• Tim QA tidak boleh memiliki benturan kepentingan (conflict of interest) baik langsung maupun tidak langsung dari pekerjaan reviu yang dilaksanakan.
• Tim QA harus terdiri dari orang-orang yang memiliki kemampuan manajerial dan memahami bagaimana praktik-praktik yang baik pelaksanaan dan standar audit internal, judgment yang logis, serta memiliki kemampuan komunikasi dan analisis yang baik.
• Tim QA harus memiliki akses yang segera bila dibutuhkan tim ahli atau ekspertis (misal: orang yang memiliki keahlian di bidang teknologi informasi, manajemen risiko, dan sebagainya) untuk suatu penyelesaian tugas reviu yang dilakukan.
• Tim QA juga harus memiliki minimal satu orang dalam tim yang memiliki pengetahuan organisasi dan pelayanan yang diberikan organisasi.
• Jumlah orang yang terlibat dalam tim QA tergantung pada tujuan, ruang lingkup pekerjaan reviu, ukuran, lokasi geografis, dan struktur fungsi pengawasan, serta organisasi secara keseluruhan. Namun demikian, tim QA terdiri dari dua orang atau lebih, yaitu untuk memberikan perspektif yang lebih luas dan lengkap untuk penyelesaian satu tugas reviu eksternal.

Tahap 2: Persiapan Awal Pekerjaan QA.
• Persiapan awal pekerjaan QA meliputi pembuatan daftar kuesioner yang komprehensif dan dokumen lainnya yang akan dilengkapi atau diisi oleh pimpinan fungsi pengawasan atau staf audit dengan pengarahan pimpinan fungsi pengawasan.
• Kuesioner dan dokumen yang harus diisi tersebut dapat dikirimkan terlebih dahulu (dua sampai dengan tiga minggu sebelum survai) atau disampaikan pada saat tim QA melakukan survai pendahuluan.
• Penggunaan kuesioner dan dokumen dimaksudkan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan potensial yang ada di fungsi pengawasan.
• Tahapan persiapan awal pekerjaan QA juga mencakup:
– Pengumpulan dokumen, seperti: bagan alur organisasi, pernyataan kebijakan audit yang relevan, charter audit, dan sebagainya.
– Pengumpulan informasi dan data statistik mengenai fungsi pengawasan.
– Pembahasan mengenai fungsi pengawasan, berkaitan dengan tujuan, ruang lingkup audit, personil atau staff audit, dan sebagainya.
– Pengumpulan data relevan lainnya yang berguna untuk pekerjaan QA.

Tahap 3: Kunjungan Pendahuluan.
• Kunjungan pendahuluan dilakukan untuk mengumpulkan informasi lebih lanjut, menambah rincian rencana kerja, menyeleksi dan mengatur jadwal interviu dengan para pemangku kepentingan dan staf audit dalam penyelenggaraan fungsi pengawasan, serta menyiapkan bahan untuk survai pendahuluan yang akan dilakukan. Mendapatkan konfirmasi pimpinan fungsi pengawasan berkaitan dengan tujuan dan kebutuhan-kebutuhan tertentu untuk pelaksanaan pekerjaan quality assurance sebagaimana yang telah dibahas di tahapan sebelumnya.
• Mengidentifikasi pekerjaan audit yang telah dilaksanakan selama satu atau lebih periode yang direviu.
• Membicarakan/mendiskusikan dengan pimpinan atau orang yang mewakili pimpinan di fungsi pengawasan untuk mengatur bagaimana survai staf dapat dilakukan, terutama untuk fungsi pengawasan yang memiliki staf yang banyak.
• Mendapatkan dan membahas informasi yang diperlukan untuk pengaturan interviu dan pemilihan pekerjaan audit yang akan direviu.
• Menyeleksi pihak-pihak yang akan diinterviu, mulai dari pimpinan fungsi pengawasan itu sendiri hingga staf audit yang berperan penting untuk memberikan informasi yang dibutuhkan dalam pekerjaan reviu, termasuk juga pihak-pihak lainnya di luar fungsi pengawasan yang dapat memberikan informasi berharga berkaitan dengan pelaksanaan reviu eksternal program quality assurance.
• Mengatur kebutuhan-kebutuhan yang bersifat administratif.
• Menyiapkan ikhtisar ringkas hasil kunjungan pendahuluan, termasuk hal-hal yang akan menjadi perhatian nantinya berkaitan dengan pekerjaan QA yang dilakukan.

Tahap 4: Survai oleh Staf Audit dan Auditi.
• Survai untuk pelaksanaan pekerjaan QA memberikan umpan balik yang memadai untuk penilaian awal mengenai efektivitas penyelenggaraan fungsi pengawasan, termasuk pengidentifikasian peluang untuk mendapatkan perbaikan dan peningkatan dalam penyelenggaraan fungsi pengawasan.
• Survai yang dilakukan auditi sebaiknya sebelum pekerjaan lapangan dan dapat dilaksanakan melalui pengiriman surat elektronis (e-mail) atau metode on-line lainnya.
• Harus dialokasikan waktu yang cukup untuk pengiriman dan penerimaan kembali hasil survai yang diperoleh, serta analisis yang memadai atas tanggapan survai yang diterima.

Tahap 5: Pekerjaan Lapangan QA.
• Pekerjaan lapangan merupakan tahapan yang paling komprehensif dalam pekerjaan QA. Pekerjaan lapangan ini mencakup reviu atas penyelenggaraan fungsi pengawasan, pekerjaan audit yang dilaksanakan, penugasan konsultansi, pelaporan hasil audit dan dokumentasi pendukung (KKA), pekerjaan administratiif dan kebijakan serta prosedur operasional fungsi pengawasan, praktik-praktik yang dijalankan dan praktik-praktik terbaik yang dipakai sebagai acuan pekerjaan audit, catatan-catatan, pengetahuan dan keahlian staf audit, terutama di area teknologi informasi, monitoring pengendalian pekerjaan audit, serta bukti-bukti lain untuk peningkatan dan perbaikan yang berkesinambungan untuk penyelenggaraan yang efektif dari fungsi pengawasan.
• Tim QA juga melakukan komunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan pimpinan organisasi untuk melakukan penilaian (assessment) sampai sejauh mana fungsi pengawasan sudah berhasil mencapai tujuan, target, sasaran, dan harapan serta sudah sampai sejauh mana kemampuan fungsi pengawasan dalam memberikan nilai tambah bagi organisasi secara keseluruhan. Di lingkungan pemerintahan daerah, tim QA dapat melakukan komunikasi dengan Pemerintah Daerah dan jajaran Satuan Kerja Perangkat Daerah yang ada.
• Pekerjaan lapangan yang dilakukan umumnya berlangsung untuk periode satu hingga dua minggu, tergantung pada tujuan dan ruang lingkup pekerjaan QA, ukuran dan letak geografis serta struktur fungsi pengawasan yang direviu. Tentunya faktor manfaat dan biaya juga menjadi pertimbangan yang penting dalam pelaksanaan program penilaian jaminan kualitas ini, khususnya untuk tahapan pekerjaan lapangan yang dilakukan tim QA.

Tahap 6: Interviu Pihak-pihak Terkait.
• Interviu dengan pihak-pihak terkait sangat memberikan arti penting dalam penilaian jaminan kualitas (quality assurance) terhadap fungsi pengawasan. Di lingkungan pemerintahan daerah, interviu dapat dilakukan dengan Pemerintah Daerah dan SKPD yang dipilih.
• Interviu dengan Pemerintah Daerah dan SKPD ini memberikan gambaran bagaimana arti penting dan nilai dari pekerjaan audit dan penugasan konsultasi yang diberikan oleh fungsi pengawasan, khususnya dalam memberikan kontribusi yang berarti bagi Pemerintah Daerah dan SKPD untuk mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang efektif dan berhasil.
• Interviu dengan Pemerintah Daerah dan SKPD ini juga memberikan masukan kepada tim QA mengenai harapan yang diinginkan Pemerintah Daerah dan SKPD dengan keberadaan Inspektorat Daerah, profesionalisme staf fungsi pengawasan yang melakukan pekerjaan audit dan penugasan konsultansi, dan area-area di kegiatan fungsi pengawasan yang memerlukan perbaikan dan peningkatan kinerjanya.
• Gambaran yang diperoleh dari hasil interviu juga meliputi efektivitas manajemen risiko, pengendalian dan akuntabilitas organisasi, dan area manajemen lainnya yang menjadi ruang lingkup pekerjaan QA dan perlu dimasukkan dalam laporan QA.
• Interviu sebaiknya dilakukan di awal kunjungan lapangan dan dilanjutkan dalam tahap pekerjaan lapangan QA. Interviu dengan staf audit juga dilakukan selama pekerjaan lapangan dan pengujian QA. Khusus untuk interviu dengan staf audit, dipilih secara random staf audit yang akan diinterviu dari berbagai tingkatan dan wilayah. Pilihan lain untuk mendapatkan informasi untuk pekerjaan QA ini adalah interviu secara group dari staf-staf audit yang dipilih, yaitu dengan membentuk fokus group atas staf audit di fungsi pengawasan.

Tahap 7: Pengikhtisaran Masalah, Rekomendasi, dan Pembahasan Akhir.
• Permasalahan-permasalahan yang diidentifikasi dan dikumpulkan dari hasil pekerjaan QA diikhtisarkan dan disampaikan kepada Inspektur di Inspektorat Daerah yang direviu, yaitu untuk menjadi perhatiannya. Penyampaian ini umumnya dilakukan pada saat pembahasan akhir tim QA dengan jajaran Inspektorat yang dipimpin oleh Inspektur atas program penilaian jaminan kualitas fungsi pengawasan.
• Dalam rapat pembahasan akhir tim QA menjelaskan bahwa dasar penilaian QA di samping mengacu pada ukuran kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur audit yang ada di fungsi pengawasan, penilaian QA juga didasarkan pada praktik-praktik yang baik untuk pekerjaan audit yang dilaksanakan. Dari hasil rapat pembahasan akhir dibuat ikhtisar praktik-praktik audit yang baik, observasi, dan rekomendasi perbaikan untuk peningkatan kualitas fungsi pengawasan. Ikhtisar ini menyajikan suatu kerangka yang dapat bermanfaat untuk perbaikan kinerja fungsi pengawasan.

Tahap 8: Pembuatan Draft Laporan Hasil Penilaian QA.
• Dari pembahasan akhir hasil penilaian QA, tim QA kemudian membuatkan draft laporan. Draft laporan yang sudah diselesaikan tersebut kemudian satu salinannya dikirimkan kepada Inspektur Daerah untuk dimintakan tanggapannya dan rencana aksi (action plan) yang akan dijalankannya.
• Berdasarkan draft laporan yang sudah ditanggapi dan dibuatkan rencana aksinya oleh Inspektur Daerah, kemudian tim QA menyusun laporan final pekerjaan QA.

Tahap 9: Pertemuan untuk Pembahasan Tindak Lanjut Rekomendasi.
• Tahap akhir dari pekerjaan QA adalah pertemuan untuk membahas tindak lanjut yang akan dilakukan untuk peningkatan kualitas fungsi pengawasan yang direkomendasikan untuk perbaikannya.
• Berdasarkan kebijakan dan wewenang dari Inspektur Daerah atau orang yang dikuasakan sebagai pimpinan fungsi pengawasan, diatur bagaimana hasil QA ini dapat disampaikan atau didistribusikan kepada Pemerintah Daerah, Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan para pemangku kepentingan lainnya. Pentingnya hasil QA disampaikan kepada para pemangku kepentingan adalah untuk mendorong peningkatan nilai fungsi pengawasan dan meningkatkan perbaikan yang disarankan dalam penyelenggaraan fungsi pengawasan daerah.
• Dalam program tindak lanjut ini, tim QA dalam kapasitasnya sebagai pereviu juga memberikan bantuan fasilitasi dan jasa konsultansi. Jasa ini menawarkan kepada Inspektur Daerah dan jajaran auditor dibawahnya untuk penerapan yang berhasil dan peningkatan kualitas penyelenggaraan fungsi pengawasan.

Elemen Quality Assurance – Bagian 2 (Reviu Internal)

Merupakan program quality assurance yang memberikan kepastian kepada pimpinan fungsi pengawasan bahwa seluruh staf audit (auditor, supervisor, dan manajer audit) melaksanakan pekerjaan audit dan aktivitas fungsi pengawasan dengan semestinya. Reviu internal dilakukan untuk memastikan keakuratan dan keandalan pekerjaan audit dan penyelenggaraan fungsi pengawasan.

internal review

Dalam penerapannya, reviu internal sebagai salah satu program quality assurance untuk fungsi pengawasan, dilaksanakan sendiri di dalam lingkungan fungsi pengawasan oleh staf audit (auditor, supervisor, dan manajer audit) yang independen dan bebas dari pekerjaan audit yang direviu.

Sesuai dengan buku pedoman Standar Profesi Audit Internal sebagaimana yang telah disebutkan di atas, reviu internal diatur di butir 1310.1 di bawah judul Penilaian Internal (SPAI, 2004: 17). Disebutkan bahwa Fungsi Audit Internal harus melakukan penilaian internal yang mencakup reviu yang kontinyu atas kegiatan dan kinerja fungsi audit internal dan reviu berkala yang dilakukan melalui penilaian mandiri (Self Assessment) atau oleh pihak lain dari dalam organisasi yang memiliki pengetahuan memadai tentang standar dan praktik audit internal.

Reviu internal dapat dilakukan secara kontinyu dan berkala. Penilaian atau reviu internal yang dilakukan secara kontinyu dilaksanakan melalui:
a. Pelaksanaan supervisi atas pekerjaan audit yang sedang berjalan.
b. Penggunaan daftar check list dan sarana lain untuk memberikan jaminan bahwa proses-proses yang ditetapkan di dalam kebijakan dan manual audit telah diikuti.
c. Pemanfaatan umpan balik (feedback) dari auditi dan pihak-pihak lainnya berkaitan dengan pekerjaan audit yang dilaksanakan.
d. Pengukuran kinerja dan analisis atas kinerja yang digunakan, misalnya: temuan yang berhasil diselesaikan dan rekomendasi yang diterima.
e. Penilaian yang terus menerus melalui anggaran biaya untuk setiap pekerjaan audit yang dilaksanakan.
f. Penggunaan sistem monitoring atau pemantauan atas waktu penyelesaian untuk setiap pekerjaan audit.

Berdasarkan hasil reviu internal yang kontinyu, kemudian dibuatkan simpulan atas kualitas kinerja yang telah dinilai dan dari hasil yang telah diperoleh maka tindak lanjut harus segera dilaksanakan untuk memastikan bahwa peningkatan atau perbaikan kinerja audit yang diperlukan telah dilaksanakan.

Reviu internal secara berkala dilakukan untuk menilai kepatuhan terhadap charter audit, kode etik dan standar audit, dan efisiensi serta efektivitas dari fungsi pengawasan, khususnya dalam memenuhi kebutuhan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap pekerjaan audit dan penyelenggaraan yang berkualitas dari fungsi pengawasan. Reviu berkala dapat dilakuan oleh pegawai atau staf audit itu sendiri yang berada di lingkungan fungsi pengawasan dengan cara penilaian mandiri (self-assessment) atas kinerja pekerjaan audit atau dapat juga dilakukan oleh seorang yang memiliki sertifikasi profesi di bidang audit internal yang posisinya berada di luar organisasi atau fungsi pengawasan. Kemungkinan lain adalah reviu internal berkala dilakukan bersama antara pegawai di lingkungan fungsi pengawasan dan pegawai lain di luar fungsi pengawasan.

Reviu berkala mencakup kegiatan interviu, survai yang mendalam, dan benchmarking atas praktik-praktik dan ukuran kinerja dari fungsi pengawasan atau audit internal. Hasil dari reviu berkala dituangkan di dalam simpulan mengenai kualitas kinerja dan tindakan yang diperlukan untuk mencapai peningkatan, perbaikan, serta kepatuhan terhadap standar. Reviu internal harus mendapatkan persetujuan dari pimpinan fungsi pengawasan dan harus mengikuti ketentuan apa yang telah ditetapkan di dalam standar untuk penilaian kinerja pekerjaan audit dan penyelenggaraan fungsi pengawasan.

Reviu internal dilakukan melalui berbagai tingkatan. Tingkat pertama reviu internal adalah verifikasi pekerjaan audit. Pimpinan fungsi pengawasan atau orang yang bertanggung jawab untuk menandatangani laporan hasil audit sangat berkepentingan terhadap keakuratan dan kepatutan laporan hasil audit. Hal ini didasarkan pada satu alasan bahwa reputasi pimpinan fungsi pengawasan dipertaruhkan melalui keakuratan, kepatutan, dan keandalan laporan hasil audit yang ditandatanganinya.

Verifikasi merupakan satu hal yang esensial karena laporan hasil audit yang ditandatangani merupakan hasil dari akumulasi data yang banyak dan komplek, termasuk keputusan atau judgment yang diambil auditor dalam penugasan audit yang dilaksanakan. Oleh karenanya, kemungkinan terjadinya kesalahan yang dilakukan auditor bisa saja terjadi dan jika kesalahan yang seharusnya tidak terjadi kemudian timbul, maka hal ini tentunya akan membuat malu pimpinan fungsi pengawasan yang menandatangani hasil pekerjaan audit tersebut. Dengan demikian, baik pimpinan, manajer, supervisor, ketua tim, maupun staf audit harus melakukan verifikasi yang dirancang untuk dapat dengan segera meneliti atau mengecek kemungkinan kesalahan mekanis dan judgment yang keliru dari pekerjaan audit yang dilaksanakan. Begitu pula, seluruh kertas kerja audit dan draft laporan audit harus diperiksa dan diverifikasi untuk memastikan keakuratan,
kepatutan, atau kelengkapannya.

Verifikasi dilakukan dengan meneliti atau mengecek setiap nomor, angka, jumlah, tanggal, nama, dan seluruh informasi yang termuat di kertas kerja maupun draf laporan untuk memastikan bahwa dokumen-dokumen tersebut telah akurat dan didukung oleh bukti yang terdokumentasi. Verifikasi pekerjaan audit juga meliputi pengecekan kebenaran atau keakuratan mekanis, yaitu bahwa:

a. Setiap hasil kalkulasi telah dikalkulasikan kembali kebenaran penghitungannya.
b. Setiap penjumlahan mendatar atau menurun telah dijumlahkan mendatar atau menurun kembali.
c. Seluruh tanggal telah diverifikasi ke dokumen sumbernya.
d. Seluruh nama dan judul yang digunakan telah diteliti kembali kebenaran penyebutannya, keakuratannya, dan status terbarunya.
e. Seluruh temuan harus diverifikasi ke kertas kerjanya untuk memastikan urutan yang logis antara kondisi, kriteria, sebab, akibat, dan rekomendasinya.
f. Setiap judgment yang dibuat auditor dianalisis kembali untuk memastikan kelayakan dan keakuratannya.

Tingkatan kedua reviu internal program quality assurance yaitu program reviu internal untuk penilaian aktivitas dan kinerja fungsi pengawasan. Reviu internal tingkat dua ini dimaksudkan untuk memastikan apakah pekerjaan audit yang dilaksanakan telah memenuhi kebijakan dan prosedur serta praktik-praktik audit yang baik dan menilai aktivitas dan kinerja fungsi pengawasan yang diselenggarakan.

Program reviu internal sifatnya lebih mendalam dan komprehensif dibandingkan dengan verifikasi atas pekerjaan audit yang lebih difokuskan hanya pada pengecekan mekanis atau teknis. Program reviu internal ini meliputi penilaian substantif dengan pengambilan sampel-sampel yang representatif dari laporan hasil audit berikut seluruh kertas kerja pendukung yang kemudian dinilai secara mendalam untuk mengecek kualitas dari pekerjaan audit yang telah dilaksanakan, termasuk juga penilaian terhadap pengelolaan administratif fungsi pengawasan. Oleh karenanya, program reviu internal membutuhkan semacam formalitas berkenaan dengan:
a. Anggaran yang harus disediakan dan jadwal untuk program reviu internal yang akan dilaksanakan selama satu periode.
b. Penyiapan seperangkat langkah-langkah untuk reviu internal yang harus dilakukan oleh tim penilai quality assurance (tim QA) yang ditugaskan.
c. Pemilihan sampel yang representatif atas sekumpulan pekerjaan audit yang akan dievaluasi melalui reviu internal.
d. Rencana tindakan (action plan) penilai untuk membahas kelemahan atau kekurangan yang dijumpai dengan auditor maupun supervisor atas pekerjaan audit yang direviu.
e. Kertas kerja yang harus disusun berkenaan dengan dokumentasi dari hasil reviu internal yang telah dilaksanakan.
f. Laporan formal mengenai hasil reviu internal yang harus disiapkan tim QA.

Program reviu internal harus mendapatkan persetujuan tertulis (written approval) dari pimpinan fungsi pengawasan. Di samping itu, program reviu internal juga harus mengacu pada standar yang berkaitan dengan penilaian kinerja suatu pekerjaan audit. Beberapa pertanyaan yang umumnya disampaikan tim QA kepada auditor dan supervisor dalam pelaksanaan reviu internal atas suatu pekerjaan audit adalah:
a. Apakah pekerjaan audit sudah dibuatkan rencananya dengan memadai?
b. Apakah informasi telah dikumpulkan, dianalisis, diinterpretasi, dan didokumentasi dengan baik?
c. Apakah hasil pengawasan sudah dibuatkan laporannya dengan memadai?
d. Apakah auditor melakukan monitoring tindak lanjut yang memadai atas temuan yang dikomunikasikan dan rekomendasi yang disampaikan?

Salah satu program reviu internal yang cukup efektif adalah melalui penilaian sendiri oleh rekan sejawat (peer review) di lingkungan fungsi pengawasan. Peer review bukan suatu pekerjaan penilaian yang mudah untuk diterapkan karena budaya bangsa Indonesia yang umumnya kurang enak untuk memberikan penilaian buruk kepada rekan sejawatnya atau pun tidak terbiasa untuk menceritakan kekurangan rekan sendiri dan bahkan cenderung untuk menutupinya atau membiarkannya. Budaya timur ini memang baik dan cocok untuk masyarakat Indonesia, namun kadangkala menjadi hambatan untuk penerapan peer review yang efektif atas suatu pekerjaan audit yang dinilai kualitas dan kinerjanya.

Tingkatan akhir dalam reviu internal adalah penilaian yang dilakukan oleh auditi. Penilaian yang dilakukan oleh auditi merupakan penilaian yang harusnya menjadi tolok ukur yang sangat penting. Bagaimana pun, auditi adalah pihak yang paling merasakan secara langsung manfaat keberadaan auditor dan fungsi pengawasan. Ukuran keberhasilan pekerjaan audit yang paling utama adalah bagaimana rekomendasi yang disampaikan ditindaklanjuti oleh auditi dan permasalahan yang diiindikasikan dalam pekerjaan audit berhasil diminimalkan atau tidak terulang kembali. Upaya-upaya ini tentunya membutuhkan kerjasama dengan auditi. Auditi harus dapat diyakini bahwa keberadaan auditor dan pekerjaan audit yang dilakukan auditor dapat memberikan manfaat yang berarti untuk perbaikan kegiatan operasional dan semakin mempermudah auditi untuk mencapai tujuan operasinya. Oleh karena itu, evaluasi auditi atas pekerjaan audit sangat mencerminkan bagaimana kualitas pekerjaan audit itu dapat diberikan kepada auditi.

Melalui penilaian auditi ini, beberapa pertanyaan yang dapat disiapkan dan dimintakan kepada auditi untuk merespon atau menjawabnya, antara lain adalah:
a. Apakah pekerjaan audit sesuai dengan harapan anda?
b. Apakah pekerjaan audit memberikan bantuan yang positif atau gangguan yang negatif?
c. Apakah auditor melakukan audit dengan cara yang profesional?
d. Apakah auditor memberikan bantuan langsung terhadap permintaan yang anda sampaikan?
e. Apakah temuan auditor membantu untuk mencapai:
• Peningkatan kepatuhan pada kebijakan dan prosedur?
• Peningkatan efisiensi operasi?
• Peningkatan efektivitas operasi?
f. Apakah pekerjaan audit dilakukan pada waktu yang tepat?

Elemen Quality Assurance – Bagian 1 (Supervisi)

Untuk memastikan bahwa tujuan-tujuan dari program quality assurance dapat dicapai, digunakan tiga elemen untuk penilaian jaminan kualitas fungsi pengawasan, yaitu: (1) supervisi, (2) reviu internal, dan (3) reviu eskternal.

Berikut pembahasan lebih rinci masing-masing elemen tersebut.
1. Supervisi
Merupakan proses yang kontinyu dan difokuskan pada evaluasi atas setiap penugasan atau bagian dari pekerjaan penugasan audit. Supervisi memberikan kepastian bahwa pekerjaan audit telah sesuai dengan apa yang diharapkan. Di samping itu, supervisi juga dimaksudkan untuk menilai keputusan (judgment), simpulan, maupun metodologi atau pendekatan audit yang digunakan.

supervisi

Dalam melakukan supervisi, perlu menjadi perhatian bahwa supervisi jangan hanya sekedar pengecekan mekanis dari suatu proses pekerjaan audit, melainkan lebih merupakan evaluasi atas kepatutan suatu hasil audit. Supervisi dilakukan untuk memastikan, antara lain:

a. Pekerjaan audit direncanakan dengan baik dan memadai,
b. Ruang lingkup audit sesuai dengan tujuan dan sasaran audit,
c. Sumber daya audit digunakan dengan cara yang paling ekonomis,
d. Teknologi yang digunakan dalam penugasan audit telah sesuai dengan kebutuhan pekerjaan audit dimaksud,
e. Masalah-masalah yang kecil tidak dibesar-besarkan,
f. Hasil audit cukup padat dan logis,
g. Kelemahan-kelemahan yang signifikan telah didokumentasikan,
h. Rekomendasi didukung oleh bukti faktual,
i. Staf audit mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang memadai.
j. Kegiatan audit telah mendapatkan bukti-bukti audit yang cukup dan kompeten.
k. Dalam merumuskan simpulan, auditor telah memperhatikan faktor-faktor yang menguatkan dan faktor-faktor yang melemahkan secara seimbang dan tepat.

Di lingkungan Inspektorat, supervisi pekerjaan audit dapat dilakukan oleh ketua tim terhadap pekerjaan anggota tim, superivisi pengendali teknis terhadap teknis pekerjaan audit dari tim-tim audit yang melakukan penugasan audit, dan supervisi pengendali mutu untuk memastikan kualitas dari pekerjaan audit. Dalam arti yang lebih luas di lingkungan fungsi pengawasan Inspektorat, supervisi meliputi juga pelaksanaan supervisi oleh Inspektur terhadap para bawahannya, supervisi atas kegiatan-kegiatan pendukung (administrasi) pekerjaan audit, supervisi atas pengembangan SDM di lingkungan Inspektorat, dan sebagainya. Pengendali teknis dan pengendali mutu yang melakukan peran supervisi harus memantau secara terus menerus setiap pekerjaan audit yang sedang dilakukan dari awal hingga akhir penugasan. Beberapa peran penting yang harus dilakukan seorang supervisor (penyelia) atas pekerjaan audit yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi program quality assurance untuk suatu supervisi yang memadai:

a. Mendiskusikan dengan tim audit mengenai tujuan dan ruang lingkup audit sebelum pekerjaan audit dimulai.

b. Memberikan persetujuannya untuk audit program yang digunakan dan perubahan atau modifikasi audit program sesuai dengan kebutuhan pekerjaan audit.

c. Mengarahkan tim audit untuk lebih fokus pada area-area yang berisiko tinggi dalam rangka untuk mengendalikan biaya audit yang tidak perlu.

d. Mendiskusikan dengan staf auditnya mengenai masalah tujuan audit, prosedur audit, pelaporan hasil audit, dan permasalahan-permasalahan yang dijumpai dalam penugasan audit.

e. Melakukan tugas reviu selama pekerjaan audit berlangsung di mana kedalaman reviu yang dilakukan tergantung pada kualifikasi dan  pengalaman profesional staf audit yang bersangkutan.

f. Mereviu kertas kerja audit dan menyajikan bukti hasil reviu atas kertas kerja audit, khususnya berkaitan dengan kualitas dari dokumentasi  pembuatan, penyimpanan, dan pemeliharaan kertas kerja audit.

g. Memastikan temuan signifikan sudah mendapatkan perhatian yang  memadai dan ditindaklanjuti oleh auditi yang bersangkutan.

h. Mendapatkan kepastian (assurance) staf audit melakukan pekerjaan audit sesuai dengan standar audit, tujuan audit tercapai, ruang lingkup audit terpenuhi, kertas kerja memuat temuan dan simpulan audit yang logis, dan laporan hasil audit memberikan informasi yang memadai dan bermanfaat bagi auditi.

i. Memastikan temuan audit yang signifikan sudah mendapatkan perhatian yang semestinya dari auditi dan manajemen dan rencana tindak lanjut  sudah disiapkan untuk memperbaiki kelemahan yang dilaporkan.

j. Memantau anggaran dan jadwal sehingga dapat membantu auditor yang melakukan penugasan menghindarkan diri dari kegiatan audit yang tidak perlu.

k. Menghadiri rapat pembahasan temuan dengan auditi dan manajemen dan selalu mendapatkan informasi terkini mengenai temuan yang diidentifikasi oleh tim audit.

l. Mereviu draft laporan dan memastikan apakah sudah memenuhi  ketentuan dengan standar audit untuk pelaporan hasil.

m. Menghadiri rapat pembahasan draft laporan dengan auditi dan manajemen operasional yang lebih tinggi.

n. Memberikan persetujuan mengenai kecukupan tindakan perbaikan yang disarankan atas temuan yang diidentifikasi.

o. Memastikan dokumen administrasi untuk pekerjaan audit yang dilaksanakan telah lengkap, seperti: daftar periksa pekerjaan audit (check list), reviu hasil audit (post-audit review), daftar perbandingan jam audit sebenarnya dengan yang dianggarkan, daftar rekomendasi, dan sebagainya.

p. Memberikan persetujuan atas kertas kerja yang disimpan dan dihapuskan sesuai dengan kebijakan dan prosedur organisasi.

q. Mengadakan pertemuan paling sedikit seminggu sekali dengan manajer audit atau pimpinan audit untuk membahas status pekerjaan audit dan kemungkinan permasalahan-permasalahan yang dijumpai dalam tugasnya sebagai supervisor.

Supervisi yang memadai atas pekerjaan audit merupakan langkah pertama dan juga merupakan langkah yang sangat penting dalam implementasi program quality assurance. Apabila seorang supervisor dapat melaksanakan tugas supervisinya dengan memadai, maka reviu internal dan eksternal seharusnya tidak perlu mengungkapkan kelemahan atau kekurangan yang berarti dalam kualitas pekerjaan audit maupun penyelenggaraan fungsi pengawasan atau audit internal.

Quality Assurance di Inspektorat

quality assurance

Keberhasilan pelaksanaan program quality assurance di Inspektorat Daerah sangat tergantung pada bagaimana implementasi yang efektif dari program ini dan komitmen setiap pihak yang berkepentingan untuk kesuksesan program ini, termasuk siapa pihak yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program, bagaimana penilaian dilakukan, kontinuitas dan konsistensi pelaksanaan program, sistem monitoring program, dan bagaimana mengkomunikasikan hasil dari program quality assurance. Penerapan quality assurance di Inspektorat dimaksudkan agar pekerjaan audit yang dilakukan oleh pejabat fungsional audit, yaitu baik auditor tingkat anggota tim, ketua tim, pengendali teknis, maupun pengendali mutu yang ada di lingkungan Inspektorat Daerah memenuhi standar mutu pekerjaan audit yang harus dipenuhi sesuai persyaratan profesi.

Di samping itu, quality assurance di Inspektorat juga dimaksudkan untuk memastikan bahwa fungsi pengawasan daerah telah dikelola dengan efektif dan keberadaannya mampu memberikan nilai tambah bagi masing-masing daerahnya. Untuk keperluan hal ini, program quality assurance yang dibangun di lingkungan Inspektorat harus memiliki tujuan-tujuan berikut:

  1. Menilai efektifitas fungsi pengawasan Inspektorat dalam memberikan peran dan fungsinya untuk kepentingan Pemerintah Daerah dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam penyelenggaraan dan pencapaian tujuan pemerintahan daerah.
  2. Menilai kesesuaian pelaksanaan pekerjaan audit dibandingkan dengan standar audit, serta memberikan opini mengenai apakah fungsi pengawasan Inspektorat sudah berjalan dengan semestinya dan sesuai dengan standar audit yang telah ditetapkan.
  3. Mengidentifikasi peluang, memberikan rekomendasi, dan jasa konsultasi kepada inspektur dan staf audit mengenai perbaikan dan peningkatan kinerja pekerjaan audit dan pelayanan kepada Pemerintah Daerah dan SKPD.
  4. Mengidentifikasi peluang untuk mensosialisasikan, mempromosikan, dan meningkatkan citra serta kredibilitas atau kepercayaan fungsi pengawasan Inspektorat di lingkungan Pemerintahan Daerah.

Mengevaluasi Produktivitas Pekerjaan Audit

productivity

Mengevaluasi produktivitas pekerjaan audit bukanlah suatu hal yang mudah. Beberapa alasan yang mendasari mengapa sulit menilai dan mengukur produktivitas pekerjaan audit adalah:

1. Tidak mudah untuk mengidentifikasi dan mengkuantifikasi hasil yang dicapai dari  pekejaan audit yang dilaksanakan.
2. Hasil yang dicapai dari pekerjaan audit lebih dikonsumsikan untuk kepentingan internal organisasi sehingga sulit untuk dinilai.
3. Pekerjaan audit internal merupakan upaya tim yang bertanggung jawab  terhadap pekerjaan audit yang diselesaikan dan hasil audit yang dicapai.
4. Auditor banyak menggunakan judgment dalam pekerjaan audit, di mana judgment seorang auditor berbeda dengan auditor lainnya, tergantung  bagaimana kemampuan analisis dan pengalaman yang dimilikinya.

Selama ini, pekerjaan audit dan penyelenggaraan kegiatan fungsi pengawasan atau audit internal dinilai produktivitas, kualitas dan kinerjanya, yaitu berdasarkan faktor-faktor berikut:

1. Besarnya dana yang berhasil diselamatkan akibat adanya tindakan pelanggaran, penyimpangan, atau kecurangan yang terjadi.
2. Jumlah pekerjaan penugasan audit yang dapat diselesaikan dari rencana yang  telah diprogramkan di dalam Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT).
3. Banyaknya temuan yang berhasil diidentifikasi dan disampaikan di laporan hasil audit tanpa memperhatikan besaran atau materialitas temuan dimaksud

Dalam kenyataannya, sistem penilaian dan pengukuran produktivitas pekerjaan audit dan kinerja fungsi pengawasan atau audit internal tidak bisa hanya didasarkan pada faktor-faktor tersebut. Bahkan faktor-faktor yang digunakan tersebut tidak mencerminkan ukuran produktivitas ataupun keberhasilan dari fungsi pengawasan atau audit internal yang sebenarnya. Model penilaian dan pengukuran tersebut juga tidak adil (unfair) dan kurang relevan karena hanya dilihat dari sudut atau kacamata auditor. Keberhasilan pekerjaan audit dan produktivitas fungsi pengawasan atau audit internal sesungguhnya harus dilihat dari perspektif auditi, yaitu pihak yang memperoleh manfaat dari hasil pekerjaan audit yang dilaksanakan auditor.

Produktivitas merupakan hubungan antara sumber daya yang dipakai (misal: uang, tenaga kerja, material, dan waktu) dibandingkan dengan hasil yang diperoleh, yaitu tingkat efisiensi, kehematan yang dihasilkan serta efektivitas untuk pencapaian tujuan. Keluaran (output) yang dihasilkan tidak memberi arti yang signifikan jika tidak dapat dihubungkan atau tidak dapat dikorelasikan dengan masukan (input) yang digunakan dan hasil (outcome) yang diperoleh.

Lawrence B. Sawyer dalam bukunya Sawyer’s Internal Auditing mengutip hasil riset yang telah dilakukan oleh Steve Albrech & Rekan berkaitan dengan ukuran kualitas dan kinerja yang digunakan untuk mengukur produktivitas pekerjaan audit dan fungsi pengawasan (Sawyer’s Internal Auditing, 5th ed., 2003, 1018 – 1019):

1. Temuan material dan rekomendasi yang dapat ditindaklanjuti.
Ukuran produktivitas pekerjaan audit ditunjukkan dari keberhasilan auditor untuk mengidentifikasi permasalahan yang benar-benar dapat mengganggu dan menghambat pencapaian tujuan organisasi secara signifikan. Auditor tidak diharapkan mengidentifikasi temuan-temuan minor atau kurang material yang dapat mengganggu keharmonisan hubungan auditor dan auditi. Di samping itu, auditor harus mampu menyampaikan rekomendasi yang mudah dan dapat untuk ditindaklanjuti oleh auditi. Ukuran kualitas pekerjaan audit dan penyelenggaraan fungsi pengawasan atau audit internal adalah jika temuan atau permasalahan yang diidentifikasi dan kemudian telah direkomendasikan untuk perbaikannya tidak terjadi atau terulang di periode berikut.

2. Tanggapan dan umpan balik dari auditi.
Pekerjaan audit yang produktif dan bernilai tambah adalah jika auditi mau memberikan tanggapan atau respon positif terhadap permasalahan yang diidentifikasi auditor dan bersama-sama dengan auditor merumuskan solusi terbaik atas masalah yang memerlukan perbaikan.

3. Profesionalisme auditor dalam pelaksanaan pekerjaan audit.
Auditor dituntut untuk selalu menggunakan keahlian dan kecermatan profesional dalam setiap pekerjaan audit yang dilaksanakan. Sesuai dengan standar profesi, auditor juga harus independen dan memiliki sikap mental yang obyektif, tidak memihak, dan menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan dalam pelaksanaan tugas auditnya.

4. Kepatuhan pada rencana audit.
Pekerjaan audit yang dilaksanakan harus mengacu pada Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) yang telah disusun. Dalam penerapan audit berbasis risiko yang menetapkan urutan prioritas pekerjaan audit yang harus dilaksanakan, auditor harus selalu mengikuti urutan prioritas yang telah disusun. Namun demikiian, rencana audit juga harus dibuat fleksibel yaitu memungkinkan auditor untuk tidak secara kaku mengikuti apa yang ditetapkan dalam PKPT terutama jika dijumpai masalah yang sangat mendesak (urgent) yang belum tertuang di dalam PKPT, terutama masalahmasalah yang diindikasi mengandung kecurangan, ketidakberesan, atau pelanggaran hukum.

5. Tidak adanya kejutan (surprise) dalam pekerjaan audit yang dilaksanakan.
Auditor harus menyadari bahwa kehadirannya untuk melakukan tugas audit bagaimana pun menimbulkan gangguan bagi aktivitas auditi. Apalagi jika auditor tidak memberitahukan rencana kedatangannya dan langsung secara tiba-tiba datang ke tempat auditi untuk melakukan pekerjaan audit. Kejadian yang demikian ini seringkali menimbulkan ketidaksukaan auditi terhadap auditor. Oleh karenanya, untuk menciptakan pekerjaan audit yang produktif dan menjalin komunikasi yang baik dengan auditi, auditor harus mampu mengatasi masalah-masalah tersebut.

6. Penggunaan biaya seefektif mungkin untuk pekerjaan audit.
Satuan kerja yang bertugas melakukan audit sering dipandang sebagai pusat biaya (cost centre) yang tidak memberikan nilai tambah atau hasil yang nyata. Untuk mengatasi hal ini, auditor harus mampu memanfaatkan biaya seefektif mungkin atas setiap pekerjaan audit yang dilaksanakan.

7. Pembinaan dan pengembangan staf audit.
Keberhasilan dan produktivitas pekerjaan audit sangat tergantung kepada kemampuan dan keahlian auditor yang ditugaskan melakukan pekerjaan audit. Keahlian dan kemampuan auditor dapat dijaga dan ditingkatkan melalui pembinaan dan pengembangan staf yang kontinyu atau berkesinambungan.

8. Evaluasi dari auditor eksternal terhadap aktivitas fungsi pengawasan.
Auditor dapat meminta bantuan dari auditor eksternal untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja dari fungsi pengawasan atau audit internal.

9. Permintaan audit oleh auditi.
Satu cara yang juga cukup efektif untuk mengevaluasi sejauh mana produktivitas fungsi pengawasan ini adalah dengan meminta masukan langsung dari auditi yang merasakan manfaat yang diterima dengan keberadaan fungsi pengawasan dan pekerjaan audit yang dilaksanakan.

10. Reviu Internal
Evaluasi produktivitas dan kualitas pekerjaan audit dapat dilakukan di fungsi pengawasan itu sendiri. Secara reguler, umumnya satu tahun sekali pekerjaan audit dievaluasi secara internal untuk mengevaluasi kecukupan pekerjaan audit yang dilaksanakan.

11. Peer Review
Keberhasilan dan produktivitas pekerjaan audit dapat dievaluasi dengan cara peer review, yaitu reviu yang dilakukan rekan sendiri, terutama di dalam tim audit yang ditugaskan untuk menilai kualitas pekerjaan audit yang dilaksanakan.

12. Kualitas dari kertas kerja audit.
Efektivitas pekerjaan audit juga dinilai dari kualitas kertas kerja audit yang dibuat dan disimpan oleh auditor. Kertas kerja audit merupakan bukti pekerjaan audit yang telah dilaksanakan. Oleh karena itu, dokumentasi dan pemeliharaan kertas kerja audit juga mencerminkan bagaimana kualitas penyelenggaraan fungsi pengawasan dilakukan. Kertas kerja audit yang merupakan dokumen fisik dan sebagai alat untuk mendukung simpulan dan rekomendasi yang disampaikan auditor dari pekerjaan auditnya sangat penting untuk digunakan sebagai salah satu faktor yang dipertimbangkan dan dinilai dalam program quality assurance.

 

Standar Profesi untuk Quality Assurance

Sesuai dengan buku pedoman Standar Profesi Audit Internal, Quality Assurance diatur di butir 1300 di bawah judul “Program Quality Assurance Fungsi Audit Internal”. Berikut ini kutipan lengkap mengenai Quality Assurance (butir 1300) sebagaimana tertuang di dalam buku SPAI (SPAI, 2004: 17 – 18).

Quality Assurance

1300 Program Quality Assurance Fungsi Audit Internal Penanggung jawab fungsi audit internal harus mengembangkan dan memelihara program quality assurance, yang mencakup seluruh aspek dari fungsi audit internal dan secara terus-menerus memonitor efektivitasnya. Program ini mencakup penilaian kualitas internal dan eksternal secara periodik serta pemantauan internal yang berkelanjutan. Program ini harus dirancang untuk membantu fungsi audit internal dalam menambah nilai dan meningkatkan operasi serta memberikan jaminan bahwa fungsi audit internal telah sesuai dengan Standar dan Kode Etik Audit Internal.

1310 Penilaian Program Quality
Fungsi audit internal harus menyelenggarakan suatu proses untuk memonitor dan menilai efektifitas program quality assurance secara keseluruhan. Proses ini harus mencakup penilaian (assessment) internal maupun eksternal.

1310.1 Penilaian Internal (Internal Assessment)
Fungsi audit internal harus melakukan penilaian internal yang mencakup:
a. Reviu yang berkesinambungan atas kegiatan dan kinerja fungsi audit internal.
b. Reviu berkala yang dilakukan melalui Self Assessment atau oleh pihak lain di dalam organisasi yang memiliki pengetahuan tentang standar dan praktik audit internal.

1310.2 Penilaian Eksternal
Penilaian eksternal harus dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam tiga tahun oleh pihak luar yang independen dan kompeten.

1320 Pelaporan Program Quality Assurance
Penanggung jawab fungsi audit internal harus mengkomunikasikan hasil penilaian eksternal kepada pimpinan.

1330 Pernyataan Kesesuaian dengan Standar
Dalam laporan kegiatan periodiknya, auditor internal harus memuat pernyataan bahwa aktivitasnya “dilaksanakan sesuai dengan Standar Profesi Audit Internal”. Pernyataan ini harus didukung dengan hasil penilaian program quality assurance.

1340 Pengungkapan atas Ketidakpatuhan
Dalam hal terdapat ketidakpatuhan terhadap SPAI dan Kode Etik yang mempengaruhi ruang lingkup dan aktivitas fungsi audit internal secara signifikan, maka hal ini harus diungkapkan kepada pimpinan organisasi.

Penetapan Rencana Tujuan dan Sasaran Fungsi Pengawasan

Goals

Dengan perkembangan penyelenggaraan pemerintahan daerah dewasa ini, sangat dituntut peran aktif dari fungsi pengawasan yang kreatif dan dinamis. Perubahan-perubahan yang terjadi saat ini, khususnya dalam implementasi otonomi daerah yang berhasil, membutuhkan analisis yang strategis bagi fungsi pengawasan dalam memastikan bahwa area-area baru yang dievaluasi sudah tercakup dalam perencanaan auditnya, baik itu tercakup dalam perencanaan audit jangka panjang maupun program kerja pengawasan tahunannya. Para auditor Inspektorat juga dituntut peran dan fungsinya dalam memberikan bantuan dan asistensi kepada pemerintah daerah dan seluruh jajaran satuan kerja perangkat daerah dalam membantu pemecahan masalah yang dihadapi daerah.

Di samping itu, para auditor Inspektorat juga sangat diharapkan mampu untuk mengembangkan berbagai teknik audit baru dan terkini, di antaranya pengembangan teknik audit yang menggunakan pendekatan audit berbasis risiko. Khususnya, perencanaan audit adalah sangat penting dibuat dengan baik, yaitu berkaitan dengan berbagai ketidakpastian dalam pencapaian tujuan dan sasaran, baik itu untuk kepentingan fungsi pengawasan itu sendiri maupun tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Meskipun perencanaan audit jangka panjang ditetapkan untuk beberapa periode yang dicakup, namun apabila terjadi perubahan yang signifikan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, maka penting bagi inspektur di Inspektorat Daerah untuk memungkinkannya memodifikasi rencana audit jangka panjangnya tersebut sesuai dengan permintaan atau kebutuhan yang timbul dalam penyelenggaraan kegiatan daerah.

Untuk memastikan keberadaaan dari aktivitas kegiatannya di lingkungan pemerintahan daerah, fungsi pengawasan Inspektorat harus memiliki suatu pemahaman yang jelas mengenai tujuannya, yaitu sebagai langkah awal untuk menyusun perencanaan audit yang formal. Harus diperoleh suatu klarifikasi yang jelas mengenai apa yang diharapkan pemerintah daerah dan seluruh jajaran satuan kerja perangkat daerah dari keberadaan fungsi pengawasan Inspektorat. Apa yang diharapkan untuk cakupan dan temuan yang harus diidentifikasi, serta peran dan fungsi penting fungsi pengawasan di lingkungan pemerintahan daerah. Konsep ini harus dirumuskan secara khusus dan jelas oleh inspektur di Inspektorat Daerah dan juga oleh berbagai pihak di lingkungan pemerintahan daerah yang menaruh perhatian terhadap aktivitas kegiatan fungsi pengawasan ini.

Perencanaan audit jangka panjang bukan merupakan tugas yang mudah untuk penyusunannya. Namun demikian, semakin hati-hati dan tajam membuatnya, maka akan semakin efektif perencanaan audit jangka panjang ini untuk dilaksanakan. Di samping itu, tujuan dan sasaran audit yang ditetapkan melalui proses perencanaan tidak boleh dibuat kaku untuk setiap waktu atau situasi. Jika kondisi berubah, tujuan dan sasaran audit juga harus dinilai kembali kesesuaiannya dan dimodifikasi seperlunya.

Di lingkungan fungsi pengawasan Inspektorat, seorang inspektur atau pimpinan fungsi pengawasan harus mempertimbangkan berbagai hal dalam membuat suatu perencanaan audit jangka panjang maupun program kerja pengawasan tahunan. Beberapa pertimbangan yang harus menjadi perhatian, di antaranya adalah:

1. Bantuan atau pelayanan apa yang akan diberikan kepada pemerintah daerah dan jajaran perangkat daerah di bawahnya,
2. Sampai sebatas mana cakupan area yang menjadi target untuk diaudit,
3. Sumber-sumber daerah yang tersedia untuk pekerjaan audit,
4. Kualitas pelayanan yang akan diberikan,
5. Kualitas staf audit Inspektorat yang tersedia dan dibutuhkan.

Untuk berhasilnya pekerjaan audit dengan cara yang paling efektif, setiap fungsi pengawasan Inspektorat harus mengembangkan strategi untuk perencanaan yang disusunnya. Strategi perencanaan yang dibuat ini merupakan dukungan atas tujuan dan sasaran audit yang telah ditetapkan. Jika tujuan dan sasaran audit merupakan arah yang ingin dituju, maka strategi merupakan gambaran berbagai alat yang digunakan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Strategi seringkali juga disebut sebagai kerangka utama untuk suatu kebijakan yang telah digariskan. Berikut ini beberapa strategi perencanaan yang perlu untuk dikembangkan di lingkungan fungsi pengawasan Inspektorat Daerah:

1. Strategi untuk mengarahkan dan mengkoordinir staf audit.
2. Strategi untuk mengadministrasikan fungsi pengawasan Inspektorat.
3. Strategi untuk menerapkan kebijakan dan prosedur audit yang formal.
4. Strategi untuk mengatur agar perencanaan audit tetap fleksibel dan dinamis.
5. Strategi untuk mengkoordinir tindak lanjut rekomendasi
6. Strategi untuk mengatur periode atau waktu setiap pekerjaan audit.

Untuk mengimplementasikan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai di lingkup fungsi pengawasan daerah, setiap Inspektorat Daerah harus menyusun rencana audit jangka panjang. Perencanaan audit jangka panjang yang dibuat ini merupakan representasi komitmen dan kesepakatan yang dibuat bersama antara fungsi pengawasan Inspektorat dengan seluruh perangkat kerja daerah, termasuk kepala daerah di masing-masing tempat. Perencanaan audit jangka panjang ini penting untuk bagaimana fungsi pengawasan Inspektorat Daerah dapat dikelola dengan efektif.

Di samping itu, perencanaan audit jangka panjang harus disusun dalam rangka untuk mengkomunikasikan aktivitas fungsi pengawasan kepada pemerintah daerah dan seluruh jajaran perangkat daerah di bawahnya. Perencanaan audit juga dimaksudkan sebagai alat untuk mengukur kinerja fungsi pengawasan secara berkala.  Perencanaan audit jangka panjang adalah sangat penting untuk setiap fungsi pengawasan Inspektorat Daerah. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan dibuatkannya rencana audit jangka panjang:

1. Perencanaan audit jangka panjang dipakai untuk memastikan cakupan audit oleh fungsi pengawasan Inspektorat Daerah sudah cukup memadai sehingga tidak ada kegiatan maupun program di lingkungan pemerintahan daerah yang terlewatkan untuk dievaluasi.
2. Perencanaan audit jangka panjang yang disusun harus dapat digunakan sebagai alat kendali setiap pekerjaan audit yang telah ditetapkan dan untuk  menghindarkan tumpang tindih pekerjaan audit yang tidak perlu.
3. Perencanaan audit jangka panjang dimaksudkan untuk penugasan staf audit dan mendorong tingkat disiplin staf audit di lingkungan fungsi pengawasan Inspektorat Daerah agar mematuhinya.
4. Perencanaan audit jangka panjang menyajikan arah mana untuk urut-urutan pekerjaan audit yang akan dilaksanakan di setiap periodenya.
5. Perencanaan audit jangka panjang dimaksudkan untuk mendapatkan komitmen dan partisipasi pemerintah daerah dan seluruh satuan kerja perangkat daerah.

Blog di WordPress.com.

Atas ↑